Surabaya, 12 Desember 2025 — Momentum Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia dimanfaatkan Relawan Pelita Prabu Jawa Timur untuk mengajak masyarakat menengok kembali perjalanan panjang penegakan HAM di Indonesia. Peringatan yang digelar pada Kamis (11/12/2025) tersebut diisi dengan refleksi sejarah sekaligus penegasan komitmen mendukung kepemimpinan nasional Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka dalam mewujudkan Indonesia yang adil, berdaulat, dan bermartabat.

Ketua DPW Pelita Prabu Jatim, Adhi, menegaskan bahwa Hari HAM tidak semata menjadi seremoni tahunan, melainkan momentum penting untuk menghidupkan kembali kesadaran publik akan nilai-nilai kemanusiaan sebagai fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia mengingatkan bahwa Hari HAM Sedunia berakar dari lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang disahkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948 di Paris. Deklarasi tersebut menjadi tonggak global dalam menjamin hak-hak dasar yang melekat pada setiap manusia tanpa kecuali.
Menurut Adhi, yang berlatar belakang pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM), terdapat tiga hak fundamental yang diakui secara universal, yakni hak untuk hidup, hak atas kebebasan, serta hak untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan. Hak-hak alamiah tersebut kemudian berkembang menjadi berbagai bentuk perlindungan lain, seperti hak berkeyakinan, hak memperoleh pendidikan, pangan, tempat tinggal, serta kehidupan yang layak.
Dalam peringatan tersebut, Pelita Prabu Jatim juga menekankan pentingnya refleksi atas perjalanan penegakan HAM di Tanah Air. Adhi menilai, meskipun Indonesia telah mencatat sejumlah kemajuan, masih terdapat pekerjaan rumah besar terkait berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang hingga kini belum sepenuhnya terselesaikan.
“Peringatan Hari HAM seharusnya menjadi ruang kejujuran bagi bangsa ini untuk mengingat peristiwa-peristiwa masa lalu yang masih menyisakan tanda tanya,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa sejumlah kasus masih melekat dalam ingatan publik dan membutuhkan keberanian serta komitmen politik yang kuat untuk dituntaskan secara adil dan transparan.
Adhi pun menaruh harapan besar kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka agar dapat membuka jalan penyelesaian berbagai persoalan HAM yang tertunda sejak era reformasi.
Meski tidak menyebutkan secara rinci, ia mengakui bahwa peristiwa penculikan aktivis mahasiswa pada masa reformasi serta kasus wafatnya pegiat HAM Munir masih menjadi catatan penting yang belum sepenuhnya terungkap.
“Kasus-kasus tersebut masih menyisakan misteri. Publik tentu berharap ada langkah nyata untuk mengungkap kebenaran dan menegakkan keadilan,” katanya.
Ia menegaskan, penuntasan pelanggaran HAM bukan semata soal masa lalu, melainkan bagian dari upaya membangun masa depan bangsa yang lebih beradab dan berkeadilan.
“Sejarah kelam sejak 1998 tidak boleh hanya menjadi arsip. Harus ada keberanian untuk membukanya secara terang-benderang demi keadilan dan kemanusiaan,” pungkas Adhi.
(RED)


